Sebagai orang tua, tentu kita paling tidak suka dengan anak pembangkang. Anak pembangkang adalah anak yang melawan dan suka menentang atau menyanggah orang tua. Mari kita lihat definisinya di KBBI.
Pembangkang adalah:
๐ orang yang melawan (perintah, dan sebagainya)
๐ orang yang merintangi kemajuan
๐ penentang; penyanggah
Membaca definisinya, membangkang memiliki konotasi negatif dan berhubungan dengan hal-hal yang bersifat destruktif.
Apakah anak pembangkang adalah anak yang kritis? Atau anak yang kritis adalah pembangkang?
Anak pembangkang berbeda dengan anak kritis. Anak pembangkang cenderung melakukan hal berlawanan dengan orang tua. Dia melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu lebih karena keinginan menunjukkan jati dirinya, menunjukkan bahwa dirinya mampu , dan dorongan untuk tampil beda. Mari kita amati anak- anak pembangkang di sekitar kita! Mereka melakukan tindak pembangkangan karena tiga hal.
1. Karena Lemahnya Kedisiplinan yang diterapkan Orang Tua.
Orang tua mungkin sudah berlaku tegas pada anak agar suatu aturan ditegakkan. Namun, rasa sayang yang terlalu besar, keinginan melindungi yang terlampau tinggi, dan kemauan anak pun rendah dalam menegakkan kedisiplinan, maka mengakibatkan orang tua tidak mampu berkata “tidak” ketika anak menuntut keinginannya dikabulkan.
2. Karena Orang Tua Menutut Kepatuhan Instan pada Anak dan Mengabaikan Proses
Aturan dibuat memang untuk dipatuhi. Akan tetapi, aturan tidak selalu selaras dengan kemauan anak dan keinginannya berekspresi. Menuntut anak langsung patuh tanpa proses pendekatan, pengertian atas kondisi anak, dan kesungguhan memahami situasi batinnya, akan sia-sia. Orang tua akan menemui kekecewaan karena anak makin diatur makin berontak.
3. Karena Orang Tua Otoriter dan Kadang Tidak Konsisten
Orang tua yang otoriter akan mendominasi anak, banyak mengomel, dan perfeksionis. Juga tidak berusaha membuka diskusi dengan anak dan mencari jalan tengah terbaik agar keinginan kedua belah pihak terpenuhi. Atau bila anak memilih patuh, dia akan patuh dengan paksaan, bukan karena kesadaran.
Selain itu, tidak konsistennya orang tua menerapkan kedisiplinan juga membuat anak akhirnya memilih punya aturan sendiri. Sikap perfeksionis orang tua yang selalu menuntut kesempurnaan anak juga menjadi beban bagi anak. Tidak ada ruang baginya menjadi diri sendiri, kurangnya pendampingan orang tua, dan kurang memahami kondisi, membuat anak merasa tidak nyaman, hingga akhirnya membangkang.
Tidak banyak yang menyadari, anak kritis itu sebetulnya bentukan orang tua dan lingkungan dengan kesadaran. Juga merupakan produk atau hasil usaha terus menerus orang tua sejak anak di fase awal perkembangannya hingga fase akhir atau memasuki usia dewasa. Anak kritis menyampaikan pendapat dan pemikiran yang berbeda dengan orang tua bertujuan untuk mencari kebaikan bersama, agar keselarasan dan keharmonisan dalam keluarga dapat terwujud, sedangkan anak pembangkang adalah akibat negatif dari perilaku salah orang tua atau pergaulan anak yang keliru.
Anak pembangkang cenderung mencari celah untuk menolak menjalankan perintah, mau menang sendiri, dan memberikan argumen atau reaksi emosional yang keras kepada orang tuanya.
Orang tua tentu menginginkan anak yang kritis, bukan anak yang pembangkang. Meskipun dalam pandangan anak, membangkang adalah bentuk ekspresi diri dan wujud keinginannya untuk dimengerti, orang tua tidak perlu terjebak mengikuti keinginan anak bila telah jelas dia melanggar aturan. Terlebih bila aturan itu adalah sesuatu yang telah disepakati bersama.
Menghadapi anak pembangkang, orang tua harus memberikan reaksi yang benar. Pahami dan maklumi dulu, kemudian menahan diri dari bereaksi lebih keras dan lebih emosional karena hanya akan membuat anak memiliki celah untuk menyanggah atau bahkan memberontak. Bagaimana cara menghadapi anak pembangkang? Insya Allah, akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya.
#Day2
#ODOP
#EstrilookCommunity