Hai, Sobat Pembaca!
Assalaamu’alaikum
Disadari atau tidak, pada era digital sekarang ini, digital branding menjadi perlu dilakukan oleh pelaku profesi apa pun. Segala jenis pekerjaan hampir selalu bersentuhan dengan internet. Mulai berdagang barang hingga jasa, perlu menunjukkan diri kepada khalayak umum, jika menghendaki apa yang kita miliki bisa dibeli dan diminati orang.
Demikian pula jika kita berprofesi sebagai penulis. Kita akan dianggap sebagai orang asing bila tidak menunjukkan jati diri kita, terutama dengan karya nyata. Orang akan mengenal kita melalui tulisan kita, yaitu bagaimana pemikiran kita, latar belakang pendidikan kita, bahkan maksud kita pun orang akan tahu dengan membaca tulisan kita.
Alasan Mengapa Digital Branding Itu Perlu
Digital branding untuk penjual barang sudah banyak yang mengetahui, memang sangat diperlukan. Penjual mengenalkan bermacam produk jualannya, sekaligus membuat orang ingin membeli salah satunya dengan gencar melakukan digital branding. Hal ini bisa jadi sangat kita pahami. Namun, apakah kita juga paham alasan mengapa digital branding bagi penulis itu perlu? Inilah alasannya.
1. Menguatkan Profesi
Ibaratnya menjual produk, seorang pedagang perlu logo untuk menguatkan keunggulan produk yang ditawarkan. Bagaimana bisa mengetahuinya, kalau sulit dilacak atau diketahui keberadaannya? Demikian juga dengan profesi penulis, perlu menunjukkan “merek” dirinya kepada khalayak agar seiring berjalannya waktu akan menggeser anggapan “penulis pemula” menjadi “penulis profesional.” Bukankah pada masa kini setiap akan mencari sesuatu pasti larinya ke dunia maya? Saya hampir selalu demikian, meski kejelasan akan sesuatu tidak selalu dari internet. Apakah Anda juga begitu?
2. Meningkatkan Kredibilitas
Selanjutnya, jika digital branding diimplementasikan di dunia nyata, hal tersebut bisa meningkatkan kredibilitas kita. Kita akan mulai dikenali orang melalui skill kita karena tidak hanya perkataan kita, setiap apa yang kita akan lakukan bisa menjadi bahan penilaian. Bila orang sudah mengenal kita sebagai penulis, yang diingat adalah kita dan karya kita, bukan salah satu.
Seperti ketika menyebut Suhita dan Gus Birru, yang diingat adalah Khilma Anis. Ketika bicara tentang Laskar Pelangi, setiap ingatan langsung tertuju pada sosok Andrea Hirata, Laki-laki keriting yang ide menulisnya tidak pernah surut.
Kesalahan Penulis dalam Melakukan Digital Branding
Digital branding sebagai sarana menampilkan identitas diri secara spesifik ke ranah publik hendaknya diiringi dengan penguatan karakter baik. Tidak jarang otak dan hati tidak bersinergi menuliskan pesan-pesan kebaikan dalam tulisan. Sebaliknya, kemampuan merangkai aksara digunakan sebagai sarana melakukan hal-hal tidak baik yang merugikan diri sendiri.
Ada beberapa kesalahan yang dilakukan penulis dalam melakukan digital branding, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak Membuat Identitas yang Jelas
Identitas yang spesifik tentu lebih mudah dikenali daripada yang umum. Sebagian penulis memilih menulis tanpa memiliki identitas karena menganggap itu tidak penting. Akhirnya, dia hanya dikenal oleh orang yang dekat dengan dirinya saja karena tidak berusaha membuat orang lain mengenalnya lebih dekat sebagai penulis.
2. Tidak Membangun Jaringan
Ketika sudah berniat untuk menjadi penulis, hal penting yang harus dilakukan adalah membangun jaringan. Saya melakukan hal ini ketika saya memutuskan menjadi penulis artikel dan editor dua tahun lalu. Saya aktif di grup-grup penulis dan artikel, tidak ketinggalan dengan update ilmu penulisan terkini, hingga mengikuti berbagai challenge menulis yang efektif menjaga stabilitas semangat karena berada di antara teman-teman yang satu frekuensi.
3. Tidak Konsisten Menulis
Bagaimana membangun branding bila tidak konsisten? Memang konsisten itu tidak mudah. Saya juga mengalami masa-masa sulit menjaga konsistensi. Setelah merasakan besarnya manfaat konsisten, saya berusaha agar selalu melakukannya setiap hari. Konsisten menulis berdampak positif bagi penulis karena dengan menulis secara konsisten, seorang penulis akan terbiasa menangkap ide, menyimpannya di memori, atau mengembangkannya menjadi tulisan bermakna bila ada waktu.
4. Tidak Selalu Update
Penulis yang tidak selalu update tidak hanya ketinggalan info, tetapi juga ketinggalan peminat. Orang akan lambat lain melupakan karena tidak ada karya nyata yang bisa dinikmati khalayak yang membuatnya dilabeli penulis.
5. Tidak Punya Tujuan
Apa tujuan menulis? Bagaimana membangun branding bila tidak ada tujuan dalam menulis?? Setiap penulis memang memiliki ciri khas masing-masing dan memilih jalan menunjukkan jati dirinya sebagai penulis, bisa dengan menulis fiksi maupun nonfiksi. Namun, jika tanpa ada tujuan maka akhirnya menulis asal menulis saja, tanpa memikirkan pesan moral di dalamnya.
Baca juga
Tips Bermedia Sosial Dengan Cerdas bagi Ibu Rumah Tangga
6. Tidak Berhati-hati Dalam Menulis
Termasuk kesalahan penting dalam digital branding bagi penulis adalah tidak berhati-hati dalam menulis. Bila ingin mendapat tempat di hati pembaca, seorang penulis harus menuangkan idenya dengan cara yang santun, tidak memutarbalikkan fakta, tidak menyinggung siapa pun, tidak pula mengadu domba dan tidak menyebarkan berita bohong.
Bila nama kita sudah dicap negatif maka mengembalikannya tidak akan mudah. Jejak digital bisa abadi dalam dunia literasi
Demikian enam kesalahan penulis dalam melakukan digital branding. Apa ada salah satu di antaranya yang ada dalam diri kita? Atau tak sadar kita juga melakukan kesalahan-kesalahan itu? Belum terlambat! Kalau kita ingin eksis di dunia literasi, masih ingin berbagi lewat tulisan dengan pesan-pesan kebaikan, mulai sekarang kita melakukan hal-hal baik dan tidak ragu mengenalkan tulisan kita kepada khalayak agar lebih banyak lagi yang ikut mengambil manfaatnya.
W assalaamu’alaikum
Salam santun,
Dian Rahayu
Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting